Syech Maulana Maghribi
ZIARAH KE WILAYAH SELATAN
( Syech Maulana Maghribi )
Tujuan :
• Makam Syekh Maulana Maghribi
• Makam Syekh Bela Belu
• Makam Panembahan Bodho dan Nyi Ageng Brintik ( Makam Sewu )
• Tempat Riyadloh P. Senopati ( Segoroyoso Pleret )
• Parangtritis, Pr Endhog, Pr Wedang, Pr Kusumo (Wisata/Opsional)
Biaya :
Rp. 600.000,-
Biaya per paket sudah termasuk :
• Mobil (12 Jam) Kapasitas 6 orang + 1 Pemimpin
• Driver, Bensin, Parkir
• Retribusi Masuk Lokasi
• Infaq pemandu di lokasi (juru kunci)
Siapa
sebenarnya Syekh Maulana Maghribi itu? Berdasarkan salah satu cerita atau babad
sejarah Kerajaan Demak, Syekh Maulana Maghribi adalah seorang pemeluk agama
Islam dari Jazirah Arab. Beliau adalah penyebar agama Islam yang memiliki ilmu
sangat tinggi. Sebelum sampai di Demak, beliau terlebih dahulu mengunjungi
tanah Pasai (Sumatera). Sebuah riwayat juga mengatakan bahwa Maulana Maghribi
masih keturunan Nabi Muhammad SAW dan masuk golongan waliullah di tanah Jawa.
Syekh Maulana Maghribi mendarat di Jawa bersamaan
dengan berdirinya Kerajaan Demak. Beliau datang dengan tujuan untuk
mengIslamkan orang Jawa. Runtuhnya Kerajaan Majapahit (tonggak terakhir
kerajaan Hindu di Jawa) diganti dengan berdirinya Kerajaan Demak yang didukung
oleh para wali (orang takwa).
Sesudah pelaksanaan pemerintahan di Demak berjalan
baik dan rakyat mulai tenteram, para wali membagi tugas dan wilayah penyebaran
agama Islam. Tugas pertama Syekh Maulana Magribi di daerah Blambangan, Jawa
Timur. Beberapa saat setelah menetap di sana, Syekh Maulana Maghribi menikah
dengan putri Adipati Blambangan. Namun pernikahan baru berjalan beberapa bulan,
beliau diusir oleh Adipati Blambangan karena terbukanya kedok bahwa Syekh
Maulana ingin menyiarkan agama Islam.
Setelah meninggalkan Blambangan, Syekh Maulana
Maghribi kemudian menuju Tuban. Di Kota tersebut, Syekh Maulana Maghribi ke
tempat sahabatnya yang sama-sama dari Pasai, satu saudara dengan Sunan Bejagung
dan Syekh Siti Jenar. Dari kota Tuban, Syekh Maulana Maghribi kemudian
melanjutkan pengembaraan syiar agamanya ke Mancingan. Ketika menyebarkan Islam
di Mancingan, Syekh Maulana sebenarnya sudah memiliki putra lelaki bernama Jaka
Tarub (atau Kidang Telangkas) dari istri bernama Rasa Wulan, adik dari Sunan
Kalijaga (R Sahid). Tatkala ditinggal pergi ayahnya, Jaka Tarub masih bayi.
Saat meninggalkan Blambangan, sesungguhnya istri
Syekh Maulana Maghribi juga tengah mengandung seorang putra yang kemudian
bernama Jaka Samudra. Belakangan hari Jaka Samudra juga menjadi waliullah di
Giri, yang bergelar Prabu Satmata atau Sunan Giri.
Sebelum Syekh Maulana Magribi sampai Mancingan, di
sana sudah menetap seorang pendeta Budha yang pandai bernama Kyai Selaening.
Kediaman pendeta tersebut di sebelah timur Parangwedang. Tempat pemujaan
pendeta dan para muridnya di candi yang berdiri di atas Gunung Sentana.
Mula-mula Syekh Maulana menyamar sebagai murid Kyai Selaening. Dalam kehidupan
keseharian, Syekh Maulana kadang-kadang memperlihatkan kelebihannya pada masyarakat
setempat. Lama kelamaan Kyai Selaening mendengar kelebihan yang dimiliki Syekh
Maulana Maghribi. Akhirnya Kiai Selaening memanggil Syekh Maulana Maghribi dan
ditanya siapa sebenarnya dirinya.
Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Syekh Maulana
Maghribi untuk menyampaikan kepada Kyai Selaening tentang ilmu agama yang
sebenarnya. Kedua orang tersebut kemudian saling berdebat ilmu. Akan tetapi
karena Kyai Selaening tidak mampu menandingi ilmu Syekh Maulana, sejak saat itu
Kiai Selaening ganti berguru kepada Syekh Maulana. Kiai Selaening kemudian
masuk agama Islam. Pada waktu itu, di padepokan Kyai Selaening sudah ada dua
orang putra pelarian dari Kerajaan Majapait yang berlindung di sana yaitu Raden
Dhandhun dan Raden Dhandher. Keduanya anak dari Prabu Brawijaya V dari
Majapait. Karena Kyai Selaening masuk Islam, dua putra Raja Majapait itu juga
kemudian menjadi Islam. Kedua orang itu kemudian berganti nama menjadi Syekh
Bela-Belu dan Kyai Gagang (Dami) Aking.
Meski berhasil mengislamkan Kiai Saleaning dan para
muridnya, Syekh Maulana tidak segera meninggal Mancingan. Di sana beliau
tinggal selama beberapa tahun, membangun padepokan dan mengajarkan agama Islam
kepada warga desa. Beliau tinggal di padepokan di atas Gunung Sentono dekat
candi. Candi tersebut sedikit demi sedikit dikurangi fungsinya sebagai tempat
pemujaan. Hingga meninggal, Kyai Selaening masih menetap di padepokan sebelah
timur Parangwedang. Sebelumnya beliau berpesan kepada anak cucunya agar
kuburannya jangan diistimekan. Baru tahun 1950-an makam Kiai Selaening dipugar
oleh kerabat dari Daengan . Kemudian pada tahun 1961 diperbaiki hingga lebih
baik lagi oleh salah seorang pengusaha dari kota.
Sesudah dianggap cukup menyampaikan syiar di sana,
Syekh Maulana meninggalkan Mancingan kemudian berpesan agar padepokannya
dihidup-hidupkan seperti halnya ketika orang-orang itu menjaga candi. Di
padepokan tersebut kemudian orang-orang membuat makam bernisan. Siapa yang
ingin meminta berkah Syekh Maulana cukup meminta di depan nisan tersebut,
seolah berhadapan langsung dengan beliau. Sesudah dari Mancingan, Syekh Maulana
Maghribi atau Syekh Maulana Malik Ibrahim melanjutkan syiar agama Islam ke
wilayah Jawa Timur. Setelah meninggal jenazahnya dimakamkan di makam Gapura,
wilayah Gresik.
Silsilah Syekh Maulana Maghribi menurunkan
raja-raja Mataram: --- Syekh Jumadil Qubro (Persia Tanah Arab) --- Ny Tabirah
--- Syekh Maulana Maghribi + Dewi Rasa Wulan, putri Raden Temenggung Wilatikta
Bupati Tuban (diperistri Syekh Maulana) ---Jaka Tarub (memperistri Dewi
Nawangwulan) --- Nawangsih (memperistri Raden Bondhan Kejawan) --- Kiai Ageng
Getas Pendhawa --- Kiai Ageng Sela --- Kiai Ageng Anis/Henis --- Kiai Ageng
Pemanahan (Kiai Ageng Mataram) --- Kanjeng Panembahan Senapati --- Kanjeng
Susuhunan Seda Krapyak-Kanjeng Sultan Agung Anyakrakusuma-Kanjeng Susuhunan
Prabu Amangkurat (Seda Tegalarum)-Kanjeng Susuhunan Paku Buwana I-Kanjeng
Susuhunan Mangkurat Jawi-raja-raja Keraton Surakarta, Yogyakarta, Pakualaman,
dan Mangkunegaran.
Kendati makam Syekh Maulana di Gunung Sentana
bukan tempat jenazah yang sebenarnya, tetapi setiap ada rombongan peziarah Wali
Sanga selalu memerlukan ziarah di makam Syekh Maulana Parangtritis. Seperti
halnya makam leluhur keraton lainnya, setiap bulan Sya’ban, makam Syekh Maulana
Maghribi juga menerima uang dan perlengkapan pemberian dari Keraton Yogyakarta.
Setiap tanggal 25 Sya’ban di makam ini diadakan upacra sadranan